Asal Usul Sejarah Nama Jakarta dan perubahan-perubahannya



Kita mengenal Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia, menjadi pusat pemerintahan dan pusat bisnis Indonesia. Sebelumnya Jakarta adalah bagian dari propinsi Jawa Barat, namun pada tahun 1959 status Jakarta mengalami perubahan menjadi daerah tingkat 1 yang di pimpin oleh seorang gubernur. 

Seperti kita ketahui pemerintah Jokowi telah mengumumkan rencana perpindahan ibu kota baru Indonesia. Pemindahan ibu kota ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sebelum Jakarta menjadi tinggal kenangan, yuk kita mengingat kembali asal usul Jakarta. Biar tidak lupa sejarah, bahwa Jakarta pernah menjadi ibu kota negara Indonesia.

Jakarta telah mengalami  berkali-kali perubahan, sampai menjadi Jakarta yang kita kenal sekarang ini. 

Sunda Kelapa (397–1527)

Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa (Aksara Sunda), berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Padjadjaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. 

Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti "ibu kota") dalam tempo dua hari. 

Jayakarta (1527–1619)

Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. 

Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, di mana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. 

Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, wali kota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan pendudukan Pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत) yang berarti "kota kemenangan", 

Jayakarta berasal dari dua kata Sanskerta yaitu Jaya (जय) yang berarti "kemenangan"[16] dan Karta (कृत) yang berarti "dicapai". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.

Batavia (1619–1942)

Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. 

Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. 

Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. 

Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolonialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.

Djakarta (1942–1945)

Pendudukan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.


Jakarta (1945-sekarang)

Sejak kemerdekaan sampai sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. 

Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Chusus Ibukota (DCI, sekarang dieja Daerah Khusus Ibukota/DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno. 


UU No. 10 tahun 1964 menyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta pada tanggal 31 Agustus 1964.


Itulah sejarah nama Jakarta, namun ada pula sumber informasi yang menyatakan bahwa Jakarta telah mengalami 13 kali perubahan nama. yaitu 
  1. Sunda Kelapa
  2. Jayakarta
  3. Stad Batavia
  4. Gemeente Batavia
  5. Stad Gementee Batavia
  6. Betshu Shi
  7. Pemerintah Nasional Kota Jakarta
  8. Stad Gemeente Batavia
  9. Kota Praja Jakarta
  10. Kota Praja Djakarta Raya
  11. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
  12. Jakarta
  13. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

UU No. 34 tahun 1999 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, menyatakan bahwa nama pemerintah daerah diganti menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.


Source : Wikipedia, brilio.net



comments